Sunday, 20 March 2011

MENGATASI BORNOUT TELLER BANK DENGAN REKAYASA



 
MENGATASI BORNOUT TELLER BANK DENGAN REKAYASA ERGONOMI

MAKALAH

Diajukan Kepada Tim Dosen Mata Kuliah Seminar
Program Studi Psikologi
Untuk memunuhi sebagian dari sayarat-sayarat mata kuliah seminar Psikologi Industri dan Organisasi




 









Oleh    :
Muhammad Reza
NIM:83342/2007




PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2010

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung amat pesat, baik industri formal maupun industri di rumah tangga, pertanian, perdagangan dan perkebunan. Hal ini akan menimbulkan lapangan kerja baru dan menyerap tambahan angkatan kerja baru yang diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya. Sebagiannya berada di sektor perbankan.
Persaingan perbankan di tanah air baik perbankan konvensional dan syariah sangat intensif dan ketat. Dengan pertumbuhan bank yang sangat ketat maka diperlukan peningkatan kualitas kerja pada karyawan termasuk di lingkungan perbankan yakni pada posisi teller. Teller bank adalah salah satu pekerjaan yang memberikan pelayanan pada nasabah dan memungkinkan timbulnya persoalan. Persoalan yang timbul pada teller bank diduga diakibatkan tuntutan pekerjaan yang berlebihan, hal ini berakibat pada ketidaknyamanan teller bank dalam bekerja sehingga menimbulkan stres. Stres yang berlebihan pada teller bank akan berakibat buruk terhadap kemampuan teller untuk melakukan hubungan dengan lingkungan secara normal. Stres yang berkepanjangan ini akan mengakibatkan teller bank tersebut kelelahan baik secara fisik, maupun mental, kelelahan seperti ini disebut dengan burnout yaitu keadaan kelelahan fisik, mental, maupun emosional (Ryan Fleet, 2002:1).
Dalam bekerja seorang teller bank tidak bisa terlepas dengan lingkungan kerjanya. Salah satu faktor yang memunculkan burnout pada teller bank yakni kondisi lingkungan kerja yang tidak baik. Ketidaksesuaian antara apa yang diharapkan teller bank dengan apa yang diberikan perusahaan terhadapnya, seperti kurangnya dukungan dari atasan dan adanya persaingan yang kurang sehat antara sesama rekan kerja merupakan suatu kondisi lingkungan kerja psikologis yang dapat mempengaruhi munculnya burnout dalam diri teller bank.
Pada dasarnya burnout dapat terjadi pada semua orang, termasuk pada teller bank. Hal tersebut terjadi karena manusia memiliki tekanan-tekanan dalam bekerja. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Lance & Mark terhadap instruktur online (2007:117) maka diperoleh skor rata-rata pada subskala kelelahan emosional, depersonalisasi tinggi, dan rendahnya tingkat prestasi pribadi pada instruktur online. Hal ini berarti bahwa burnout memiliki pengaruh negatif terrhadap kinerja seseorang dan burnout dapat menyebabakan karyawan keluar dari perusahaan tempat ia bekerja.
Menurut wawancara penulis dengan salah seorang teller bank pada tanggal 20 november 2010 mengatakan bahwa ia mengalami kelelahan dalam bekerja, hal ini disebabakan karena tempat tinggalnya dengan lokasi pekerjaan cukup jauh, selain itu dia juga harus lembur untuk menyelesaikan laporan-laporan pada akhir bulan, hal inilah yang mendorongnya untuk keluar dari bank tempat ia bekerja. Data ini baru merupakan data awal, jadi belum dapat disimpulkan bahwa semua teller bank mengalami burnout.
Burnout jika tidak diantisipasi maka dapat menurunkan produktivitas teller bank dan kemungkinan terjadinya penyakit akibat kerja (PAK), penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan kecelakaan kerja yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian. Oleh sebab itu pihak perbankan harus sedapat mungkin menciptakan suatu lingkungan kerja psikologis yang baik sehingga memunculkan rasa kesetiakawanan, rasa aman, rasa diterima dan dihargai serta perasaan berhasil pada diri teller bank. Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihak dan dapat dilakukan dengan cara penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan ergonomi yakni prosses interaksi manusia dengan lingkungan kerjanya.
Ergonomi telah diterapkan secara luas sebagai salah satu pendekatan untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, dan keselamatan kerja karena dengan semakin berkembangnya teknologi, maka peralatan telah menjadi kebutuhan pokok dalam setiap jenis pekerjaan termasuk pada posisi teller. Artinya peralatan dan teknologi merupakan penunjang yang penting dalam meningkatkan kualitas pekerjaan. International Labour Organization (ILO) (dalam www.depkes.go.id, 2009:1) menyatakan ergonomi sebagai penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia secara optimum dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan.
Menurut Chapanis (dalam Ashar, 2001:129) istilah lain yang berdekatan artinya dengan ergonomi adalah kerekayasaan faktor-faktor manusia (human factors engineering), kerekayasaan manusia (human engineering), biomekanika (biomechanics), psikoteknologi, dan psikologi eksperimen terapan.
Menurut (Ashar, 2001:129) Kerekaysaan faktor-faktor manusia (human factors engineering) atau kerekayasaan manusia (human engineering),  merupakan istilah yang digunkan di Amerika Utara. Ditempat lain di dunia digunakan istilah ergonomi. Ergonomi terutama telah dilaksanakan di Negara industri maju.  Namun penerapan ergonomi juga mulai diterapkan di Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Ergonomi perlu diterapkan di sektor perbankan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pekerjaan. Di samping keberhasilan ergonomi tersebut, ternyata masih banyak perusahaan salah satunya perbankan yang menerapkan ergonomi namun tidak mendapatkan hasil yang memuaskan atau perbaikan yang dihasilkan merupakan perbaikan secara parsial. Banyak yang memperkirakan kegagalan penerapan ergonomi ini disebabkan oleh diabaikannya faktor organisasi. Sebenarnya aspek organisasi merupakan salah satu aspek yang diikutsertakan dalam program ergonomi.
Beberapa penelitian dan penerapan ergonomi telah membuktikan keberhasilan ergonomi dalam meningkatkan produktivitas, menurunkan angka kecelakaan kerja, dan meningkatkan performansi organisasi secara keseluruhan. Menurut Manuba (dalam Sutjana, 1998:2) melalui penerapan prinsip ergonomi akan tercipta kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan efisien. Oleh sebab itu ergonomi perlu diterapkan di perbankan. Hal ini dilakukan untuk menciptakan kondisi optimal bagi teller bank diantaranya yaitu mengurangi beban kerja, memperbaiki sikap kerja, dan penempatan teller bank pada pekerjaan yang sesuai.
Ergonomi berkaiatan erat dengan pekerjaan yang dilakukan oleh manusia, peralatan yang digunakan manusia, teller bank dalam keadaan tetap sehat dalam bekerja, dan produktivitas teller bank dalam pekerjaan. Ergonomi di tempat kerja terdiri dari 3 aspek yang saling berhubungan yaitu mesin, manusia, dan lingkungan kerja. Ergonomi itu sendiri bertujuan agar tercapainya efisiensi dan kesejahteraan kerja yang berkaitan dengan produktivitas dan kepuasaan kerja. Menurut Nurmianto (dalam Nurmianto & Ningdyah, 2009:172) ergonomi bertujuan efektifitas kerja yang dihasilkan oleh sistem manusia mesin meningkat, sambil tetap mempertahankan unsur kenyamanan dan kesehatan kerja sebaik mungkin.
Prinsip dari ergonomi hendaknya diterapkan di setiap lingkungan kerja termasuk di perbankan khusunya pada posisi teller. Dengan adanya penerapan ergonomi pada posisi teller maka akan terciptanya lingkungan kerja yang nyaman. Menurut Depkes (2009:2) adapun penerapan dari prinsip ergonomi yakni :
  1. Posisi Kerja terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk dimana kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Sedangkan posisi berdiri dimana posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki.
  2. Proses Kerja. Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran anthropometrinya. Harus dibedakan ukuran anthropometri barat dan timur.
  3. Tata letak tempat kerja. Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja. Sedangkan simbol yang berlaku secara internasional lebih banyak digunakan daripada kata-kata.
  4. Mengangkat beban. Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni, dengan kepala, bahu, tangan, punggung dsbnya. Beban yang terlalu berat dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan persendian akibat gerakan yang berlebihan.
Dari konsep diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan ergonomi dalam lingkungan kerja termasuk pada posisi teller di perbankan mencakup pada posisi kerja, proses kerja, tata letak tempat kerja, cara mengangkat beban kerja. Dengan penerapan prinsip ergonomi maka produktivitas dapat meningkat, dan keselamatan kerja juga terjaga. Untuk melakukan penanggulangan permasalahan ergonomi di setiap jenis pekerjaan dapat dilakukan setelah mengetahui terlebih dahulu bagaimana proses kerja dan posisi kerjanya. Di negara berkembang mengangkat beban adalah pekerjaan yang lazim dan sering dilakukan tanpa dipikirkan efek negatifnya, antara lain kerusakan tulang punggung, kelainan bentuk otot karena pekerjaan tertentu, ataupun hernia, dan lain-lain.
Tujuan dari penerapan ergonomi pada teller bank adalah membantu dalam rancangan dari peralatan, tugas-tugas, tempat kerja, dan lingkungan kerja. Sedangkan ruang lingkup dari ergonomi sangat luas aspeknya antara lain tehnik, fisik, pengalaman psikis, anatomi terutama yang berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan persendian, antrhopometri, sosiologi, fisiologi terutama berhubungan dengan temperatur tubuh dan aktivitas otot, desain, dan lain-lain. Singleton (dalam Ashar, 2001:130) berpandangan bahwa ergonomika-teknologi dari rancangan kerja didasarkan pada ilmu-ilmu biologi manusia: anatomi, fisiologi, dan psikologi. Secara umum anatomi memperhatikan struktur badan, fisiologi memperhatikan fungsi badan, dan psikologi memperhatikan perilaku.
Jadi dari uraian diatas dapat dismpulkan bahwa ergonomi merupakan salah satu pendekatan yang diperlukan di lingkungan kerja sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, kesejahteraan, dan kenyamanan karyawan dalam bekerja. Dengan adannya penerapan ergonomi pada posisi teller maka pelayanan yang diberikan kepada masyarakatpun dapat maksimal, dan dalam makalah ini akan dijelaskan mengatasi burnout teller bank dengan rekayasa ergonomi.
B.       Fokus Masalah
Fokus masalah dalam makalah ini adalah mengatasi burnout teller bank dengan rekayasa ergonomi.
C.      Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan penjelasan mengenai mengatasi burnout teller bank dengan rekayasa ergonomi.
D.      Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Secara teoritis, menambah khasanah keilmuan psikologi yang dapat dijadikan sebagai refrensi penelitian.
2.      Secara Praktis
a.       Bagi teller bank diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja.
b.      Bagi pimpinan atau manajemen perbankan menjadi masukan dalam memperluas pengetahuan mengenai pentingnya ergonomi di lingkungan kerja.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.      Burnout
  1. Pengertiam Burnot
Istilah burnout pertama kali diperkenalkan oleh Freudenberg pada pertengahan 1970 (dalam Polikandrioti, 2009:195)). Burnout merupakan gejala kelelahan emosional yang disebabkan oleh tingginya tuntutan pekerjaan, yang sering dialami individu yang bekerja pada situasi di mana ia harus melayani kebutuhan orang banyak.
Menurut Kreitner dan Kinicki (dalam Imelda, 2004:11) burnout adalah akibat dari stres yang berkepanjangan dan terjadi ketika seseorang mulai mempertanyakan nilai-nilai pribadinya.
Bernardin (dalam Rita, 2004:3) menggambarkan burnout sebagai suatu keadaan yang mencerminkan reaksi emosional pada orang yang berkerja pada bidang pelayanan kemanusiaan (human services) dan bekerja erat dengan masyarakat. Burnot banyak dijumpai pada perawat rumah sakit, pekerja sosiial, anggota polisi, teller.
Jadi dari pengertian beberapa ahli diatas dapat disimpulkan burnout adalah suatu kedaan kelelahan baik secara emosional, fisik, mental yang diakibatkan oleh stres yang terlalu lama akibat dari tuntutan pekerjaan.
  1. Dimensi Burnout
Menurut Maslach (dalam Polikandrioti, 2009:195) burnout ditandai oleh tiga dimensi:
a.       Kelelahan emosional (berkurangnya sumber daya emosional untuk kontak dengan orang lain)
b.      Depersonalisasi (perasaan negatif dan sikap sinis terhadap penerima pelayanan satu atau perawatan) dan
c.        Mengurangi prestasi pribadi (kecenderungan untuk mengevaluasi diri sendiri negatif, terutama berkaitan dengan pekerjaan).
Sedangkan menurut Freudenberger dan Richelson (dalam Rita, 2004:3) menyebutkan ada 11 karakteristik pada penderita burnout, yaitu:
a.        Kelelahan yang merupakan proses kehilangan energi disertai keletihan,
b.      Lari dari kenyataan,
c.       Kebosanan dan sinisme,
d.      Tidak sabaran dan mudah tersinggung,
e.       Merasa hanya dirinya yang dapat menyelesaikan semua permasalahan,
f.       Merasa tidak dihargai,
g.       mengalami disorientasi,
h.       Keluhan psikosomatis,
i.        Curiga tanpa alasan,
j.        Depresi,
k.       Penyangkalan.
Dari beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa dimensi burnout adalah : kelelahan fisik, ditandai dengan serangan sakit kepala, mual, susah tidur, kurangnya nafsu makan, dan individu merasakan adanya anggota badan yang sakit, kelelahan emosional, ditandai dengan depresi, merasa terperangkap di dalam pekerjaannya, mudah marah, dan cepat tersinggung, kelelahan mental, ditandai dengan bersikap sinis terhadap orang lain, bersikap negatif, cenderung merugikan diri sendiri, pekerjaan, maupun organisasi, rendahnya penghargaan terhadap diri, ditandai dengan individu tidak pernah merasa puas dengan hasil kerja sendiri, dan merasa tidak pernah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain, dan depersonalisasi, ditandai dengan menjauhnya individu dari lingkungan sosial, apatis, dan tidak peduli dengan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya.
  1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Munculnya Bunout
Baron dan Greenberg (dalam Rita, 2004:4) mengemukakan ada dua faktor yang mempengaruhi burnout, yaitu:
1)      Faktor eksternal, yang meliputi kondisi kerja yang buruk, kurangnya kesempatan untuk promosi, adanya prosedur dan aturan-aturan yang kaku, gaya kepemimpinan yang kurang konsiderasi, tuntutan pekerjaan.
2)      Faktor internal, meliputi: jenis kelamin, usia, harga diri.
B.     Ergonomi
  1. Pengertian ergonomi
Menurut Chapanis (dalam Ashar, 2001:129) penerapan psikolgi kerekayasaan terutama memperhatikan penemuan dan penerapan informasi tentang perilaku manusia dalam kaitannya dengan mesin-mesin, peralatan, pekerjaan dan lingkungan kerja
Singleton (dalam Ashar, 2001:130) berpandangan bahwa ergonomika-teknologi dari rancangan kerja didasarkan pada ilmu-ilmu biologi manusia: anatomi, fisiologi, dan psikologi. Secara umum anatomi memperhatikan struktur badan, fisiologi memperhatikan fungsi badan, dan psikologi memperhatikan perilaku. Sedangkan Ashar (2001:133) berpendapat bahwa kerekayasaan factor-faktor manusia adalah sebagai proses merancang untuk penggunaan manusia.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ergonomi adalah sebagai sebuah proses interaksi manusia dengan peralatan, mesin-mesin, dan lingkungan kerja dan segala aspek yang berhubungan dengan pekerjaan yang dilakukan dengan efektivitas untuk memelihara nilai-nilai manusia seperti keselamatan, kesehatan, dan kepuasan kerja.


  1. Tujuan ergonomi
Ergonomi dalam lingkungan kerja bertujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja yang nyaman, meningkatkan kinerja manusia, dan lain lain. Menurut Justin (2007:13) ergonomi bertujuan untuk menemukan dan menerapkan data pada kinerja manusia yang relevan dengan desain dan tuntutan, membantu perencana dengan cara spesifikasi ergonomi, menilai risiko kuantitatif, membandingkan saat ini dan yang dimaksudkan dengan desain, menetapkan tujuan solusi yang jelas dan spesifikasi yang dapat bertindak sebagai standar desain, dan memberikan pendapat yang netral atau objektif dalam memanfaatkan data ergonomi.
Menurut Mulyono (2008:8) tujuan dari ergonomi dalam lingkungan kerja yakni :
  1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
  2. Meningkatkan kesejahtaran sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif
  3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek : teknis, ekonomis, antropologis, dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan, sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
Agus (2009:1) mengatakan bahwa tujuan dari ergonomi adalah untuk mengurangi ketidaknyamanan pada saat bekerja. Dengan demikian Egonomi berguna sebagai media pencegahan terhadap kelelahan kerja sedini mungkin sebelum berakibat kronis dan fatal. Sedangkan menurut Wijaya (1998:3) tujuan utama dari pendekatan disiplin ergonomi yaitu: memperbaiki performansi kerja manusia seperti menambah kecepatan kerja, ketepatan, keselamatan kerja disamping untuk mengurangi energi kerja yang berlebihan serta mengurangi kelelahan yang terlalu cepat, mengurangi waktu pelatihan dan biaya, memperbaiki pendayagunaan kterampilan yang diperlukan, mengurangi waktu yang terbuang sia-sia dan meminimalkan kerusakan peralatan yang disebabkan kesalahan manusia( human errors), serta memperbaiki kenyamanan manusia dalam bekerja. Menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya tujuan dari ergonomi adalah meningkatkan keselamatan kerja, kesehatan kerja, kepuasan, serta kesejahteraan karyawan dalam bekerja.
  1. Penerapan ergonomi
Menurut Wijaya (1998:3) penerapan ergonomi merupakan aktivitas rancang ulang ataupun rancangan bangun dan penerapan ergonomi dapat pula sebagai desain pekerjaan dalam organisasi. Sedangkan Agus (2009:1) mengatakan bahwa peran ergonomi dalam kehidupan sehari-hari dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
  1. Perancangan produk.
  2. Meningkatkan keselamatan dan higiene kerja.
  3. Meningkatkan produktivitas kerja.
Menurut Effendi (2007:10) penerapan ergonomi di lingkungan kerja dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu :
1.      Pendekatan kuratif
Dilakukan pada suatu proses yang sudah atau sedang berlangsung. Kegiatannya berupa intervensi/perbaikan/ modifikasi proses yang sedang/sudah berjalan. Sasaran kegiatan ini adalah kondisi kerja dan lingkungan kerja dan dalam pelaksanaannya harus melibatkan pekerja yang terkait dengan proses kerja yang sedang berlangsung.
2.      Pendekatan konseptual
Dikenal sebagai pendekatan sistem dan akan sangat efektif dan efisien bila dilakukan pada saat perencanaan. Bila berkaitan dengan teknologi, maka sejak proses pemilihan dan alih teknologi, prinsip-prinsip ergonomi sudah seyogyanya dimanfaatkan bersama-sama dengan kajian lain yang juga perlu, seperti kajian teknis, ekonomi, sosial budaya, hemat energi dan melestarikan lingkungan. Jika dikaitkan dengan penyediaan lapangan kerja, pendekatan ergonomi secara konseptual dilakukan sejak awal perencanaan dengan mengetahui kemampuan adaptasi pekerja sehingga dalam proses kerja selanjutnya, pekerja berada dalam batas kemampuan yang dimiliki.
Dari konsep diatas disimpulkan bahwa penerapan dari ergonomi adalah sebagai rancangan atau desain, peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja , mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja, mengurangi resiko terjadinya luka dan kesakitan, serta peningkatan produktivitas. Selain itu penerapan ergonomi juga dapat dilakukan dalam organisasi dalam hal proses kerja, posisi kerja, serta tata letak kerja dan penerapannya dapat dilakukan melalui pendekatan kuratif dan pendekatan konseptual.
  1. Metode Ergonomi
Menurut Depkes RI (2009:2) ada beberapa metode dalam penerapan ergonomi yakni:
  1. Diagnosis, dapat dilakukan melalui wawancara dengan pekerja, inspeksi tempat kerja penilaian fisik pekerja, uji pencahayaan, ergonomik checklist dan pengukuran lingkungan kerja lainnya. Variasinya akan sangat luas mulai dari yang sederhana sampai kompleks.
  2. Treatment, pemecahan masalah ergonomi akan tergantung data dasar pada saat diagnosis. Kadang sangat sederhana seperti merubah posisi meubel, letak pencahayaan atau jendela yang sesuai. Membeli furniture sesuai dengan demensi fisik pekerja.
  3. Follow-up, dengan evaluasi yang subyektif atau obyektif, subyektif misalnya dengan menanyakan kenyamanan, bagian badan yang sakit, nyeri bahu dan siku, keletihan , sakit kepala dan lain-lain. Secara obyektif misalnya dengan parameter produk yang ditolak, absensi sakit, angka kecelakaan dan lain-lain.
Agus (2009:1) berpendapat bahwa metode yang digunakan dalam penerapan ergonomi yakni Metode dengan menganalisis hubungan fisik antara manusia dengan fasilitas kerja.
Jadi dari penjelasan diatas disimpulkan bahwa metode dalam ergonomi yakni diagnosis, treatmen, dan follow -uf yang mana semuanya membuthkan hubunga fisik yang melibatkan manusia dengan lingkungan kerja.

















BAB III
PEMBAHASAN
A.    Analisa Masalah
Aktivitas kerja manusia, baik fisik maupun mental mempunyai tingkat intensitas yang berbeda begitu pula dengan teller bank yang bekerja dalam 5 hari kerja yang melayani banyak orang yang membutuhkan daya tahan. Intensitas tinggi berarti energi tinggi, intensitas rendah berarti energi rendah. Mengeluarkan energi dalam jumlah besar untuk periode yang lama bisa menimbulkan kelelahan fisik dan mental, sedangkan kelelahan mental lebih berbahaya dan kadang-kadang menimbulkan kesalahan-kesalahan kerja yang serius. Selain itu, posisi tubuh yang tidak alami atau sikap yang dipaksakan berakibat pada pengurangan produktivitas teller bank, hal ini berkaitan dengan sejumlah tenaga yang harus dikeluarkan akibat beban tambahan. Permasalah yang dialami teller bank jika ditinjau dari dimensi burnout yakni:
  1. Dimensi Fisik
Dalam hal ini teller bank dengan tuntutan kerja melayani masyarakat membutuhkan daya tahan yang kuat untuk menghadapi tekanan kerja, apalagi pekerjaan yang monoton yang membutuhkan kecermatan dan ketelitian agar tidak terjadi kesalahan , hal ini memungkinkan timbulnya gejala fisik dari burnout, seperti sakit kepala, mual, badan sakit-sakit.
  1. Kelelahan Emosional
Hal ini ditandai dengan buruknya pelayanan yang diberikan teller bank, terkadang mereka marah kepada pelanggan tanpa sebab yang jelas, cepat tersinggung, merasa terperangkap dalam pekerjaan.
  1. Kelelahan Mental
Hal ini ditandai dengan teller bank mudah sinis terhadap pelanggan yang dilayani, serta cendrung bersikap negatif, sehingga tidak fokus terhadap peerjaan yang sedang dikerjakan.
  1. Rendahnya penghargaan terhadap diri
Teller bank merasa tidak puas dengan pekerjaan yang ia lakukan, merasa tidak pernah melakukan hal yang bermanfaat bagi kantor tempat bekerja, dan tidak memberikan pelayanan maksimal pada para pelanggan atau nasabah.
  1. Depersonalisasi
Teller bank menjadi tidak peka dengan lingkungan tempat ia bekerja, menjadi acuh tak acuh terhadap para nasabah maupun rekan kerja
Permasalahan yang berkaitan dengan faktor ergonomi pada teller bank umumnya disebabkan oleh adanya ketidak sesuaian antara pekerja dan lingkungan kerja secara menyeluruh termasuk peralatan kerja. Hal ini menyebabakan ketidaknyamanan dalam bekerja yang berdampak pada produktivitas, kualitas dan kepuasan kerja para teller bank.
Pengenalan permasalahan ergonomi pada teller bank perlu mempertimbangkan beberapa aspek (bidang kajian ergonomi), yaitu :
a)      Anatomi dan gerak
Terdapat 2 (dua) hal penting yang berhubungan, yakni :
1)      Antropometris
Dimensi Antropometris dipengaruhi oleh : jenis kelamin , perbedaan bangsa, Sifat/hal-hal yang diturunkan, dan kebiasaan yang berbeda
2)      Biomekanik kerja
Misalnya dalam hal penerapan ilmu gaya antara lain sikap duduk/berdiri yang tidak/kurang melelahkan karena posisi yang benar dan ukuran peralatan yang telah diperhitungkan.
b)     Fisiologi
Fisiologi lingkungan kerja Dibagi menjadi : fisiologi lingkungan kerja,, berhubungan dengan kenyamanan, pengamanan terhadap potential hazards, ruang gerak yang memadai, fisiologi kerja
c)      Psikologi
Rasa aman, nyaman dan sejahtera dalam bekerja yang didapatkan oleh tenaga kerja. Hal ini dapat terjadi karena lingkungan kerja (cahaya, ventilasi, posisi kerja dan lain-lain) tidak menimbulkan stres pada pekerja.
d)     Rekayasa dan teknologi  
Merupakan kiat-kiat untuk mendisain peralatan yang sesuai dengan ukuran tubuh dan batasan-batasan pergerakan manusia. Memindahkan seseorang dalam melakukan pekerjaannya sehingga lebih efisien dan lebih produktif, untuk itu diperlukan disain mesin yang sesuai dengan operatornya. Memberi rasa aman terhadap pekerjaannya.
e)      Penginderaan
Kemampuan kelima indra manusia menangkap isyarat-isyarat yang datang dari luar.
B.     Alternatif Pemecahan Masalah
Aplikasi ergonomi pada posisi teller bank dapat dilaksanakan dengan prinsip pemecahan masalah, tahap awal adalah identifikasi masalah yang sedang dihadapi oleh teller bank. Hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi dengan melakukan wawancara maupun observasi dengan para teller bank. Langkah selanjutnya adalah menentukan prioritas masalah yakni masalah yang paling mencolok pada posisi teller dan harus ditangani lebih dahulu. Setelah analisis dikerjakan, maka satu atau dua alternatif intervensi harus diusulkan. Pada pengenalan atau rekognisi ada 3 hal yang harus diperhatikan, ketiganya berinteraksi dalam penerapan ergonomi dengan fokus utama pada sumber daya manusia (human centered design).
1.      Kesehatan mental dan fisik harus diperhatikan untuk diperbaiki sehinggga didapatkan teller bank yang sehat fisik, rohani dan sosial yang memungkinkan mereka hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomi.
2.      Kemampuan jasmani dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan antropometri, lingkup gerak sendi dan kekuatan otot.
3.      Lingkungan tempat kerja. Harus memberikan ruang gerak secukupnya bagi tubuh dan anggota badan sehingga dapat bergerak secara leluasa dan efisien. Dapat menimbulkan rasa aman dan tidak menimbulkan stres lingkungan.
4.      Pembebanan kerja fisik Selama bekerja, kebutuhan peredaran darah dapat meningkat sepuluh sampai dua puluh kali. Meningkatnya peredaran darah pada otot-otot yang bekerja, memaksa jantung untuk memompa darah lebih banyak. Kerja otot dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu):
a.       Kerja otot dinamik, ditandai dengan kontraksi bergantian yang berirama dan ekstensi, ketegangan dan istirahat.
b.      Kerja otot statik, ditandai oleh kontraksi otot yang lama yang biasanya sesuai dengan sikap tubuh. Tidak dianjurkan untuk meneruskan kerja otot statik dalam jangka lama karena akan timbul rasa nyeri dan memaksa tenaga kerja untuk berhenti.
5.       Sikap tubuh dalam bekerja
Sikap tubuh teller bank dalam bekerja berhubungan dengan tempat duduk, meja kerja dan luas pandangan. Untuk merencanakan tempat kerja dan perlengkapannya diperlukan ukuran-ukuran tubuh yang menjamin sikap tubuh paling alamiah dan me-mungkinkan dilakukannya gerakan-gerakan yang dibutuhkan. Pada posisi berdiri dengan pekerjaan ringan, tinggi optimum area kerja adalah 5-10 cm di bawah siku. Agar tinggi optimum ini dapat diterapkan, maka perlu diukur tinggi siku yaitu jarak vertikal dari lantai ke siku dengan keadaan lengan bawah men-datar dan lengan atas vertikal. Tinggi siku pada laki-laki misalnya 100 cm dan pada wanita misalnya 95 cm, maka tinggi meja kerja bagi laki-laki adalah antara 90-95 cm dan bagi wanita adalah antara 85-90 cm.



BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Burnout adalah suatu kedaan kelelahan baik secara emosional, fisik, mental yang diakibatkan oleh stres yang terlalu lama akibat dari tuntutan pekerjaan.
Ergonomi adalah sebagai sebuah proses interaksi manusia dengan peralatan, mesin-mesin, dan lingkungan kerja dan segala aspek yang berhubungan dengan pekerjaan yang dilakukan dengan efektivitas untuk memelihara nilai-nilai manusia seperti keselamatan, kesehatan, dan kepuasan kerja.
Penerapan ergonomi pada teller bank bertujuan agar pekerja saat bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak.
Aplikasi ergonomi pada posisi teller bank dapat dilaksanakan dengan prinsip pemecahan masalah, tahap awal adalah identifikasi masalah yang sedang dihadapi, menentukan prioritas masalah, serta melakukan intervensi.
B.     Saran
Saran yang dapat diberikan bagi teller bank diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja. Bagi pimpinan atau manajemen perbankan menjadi masukan dalam memperluas pengetahuan mengenai ergonomi dan diharapkan melakukan pengawasan dan kontrol terhadapap pelaksanaan penerapan ergonomi di perbankan khususnyan pada posisi teller.

 
DAFTAR PUSTAKA
Agus Wibisoni.2009. Apa Itu Ergonomi. diakses pada 5 Desember 2010, dari http://aguswibisono.com/2009/apa-itu-ergonomi/.
Anonim.2010. Pengertian Ergonomi. diakses pada 5 Desember 2010, dari http://sobatbaru.blogspot.com/2010/03/pengertian-ergonomi.html.
Ashar, Sunyoto Munandar.2001. Psikologi Industri Dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Eko Nurmianto & Kusuma, Widha Ningdyah .2009. Aplikasi Ergonomi Pada Pembuatan Standar Hard Competency. Jurnal Teknologi Technoscientia, 1, 2.
Fikry Effendi. 2007. Ergonomi bagi Pekerja Sektor Informal. Artikel Kesehatan Kerja,  34, 1-154.
Fariborz, Tayyari and Smith, James L.1997.Occupational Ergonomics: Principles and Applications. London: Chapman & Hall.
Flett, Ryan.2002. Understanding Burnout in Sport. Sport Medicine & Science Council of Saskatchewan.
Freeman Roger. 2000. Ergonomic Issues Workplace: OSHA Is Trying to Regulate Injuries to Employees. The Daily Journal.
Hogan, Lance R, McKnight, Mark A.2007. Exploring burnout among university online instructors: An initial investigation. Internet and Higher Education, 10, 117–124.
Imelda, Novelina Sihotang.2004 Burnout Pada Karyawan Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Lingkungan Kerja Psikologis Dan Jenis Kelamin. Jurnal Psyche. Fakultas Psikologi Universitas Bina Darma Palembang, 1, 1, 10-16.
Mulyono.2009. Ergonomi. diakses pada 5 Desember 2010, dari http://ikmunair.webege.com/kesja_ergonomi.ppt.
O'Sullivan CPE, Justin. 2007. Ergonomics in the Design Process: Principal, Ergonomics for Work. HFESA Journal, Ergonomics Australia, 21, 13-20.
Polikandrioti.2009. Burnout Syndrome (Editorial Article). Helath Science Journal,3,4, 195-196.
Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI. 2009. Ergonomi. diakses pada5 Desember 2010, dari  http://www.depkes.go.id/downloads/Ergonomi.PDF.
Rita, Andarika.2004. Burnout Pada Perawat Puteri RS St. Elizabeth Semarang Ditinjau Dari Dukungan Sosial. Jurnal Psyche. Fakultas Psikologi Universitas Bina Darma Palembang, 1, 1, 1-8.
Sutjana.1998. Penerapan Ergonomi Di Hotel Bali Sanur Bungalows. Jurnal Ergonomi Indonesia, 1-11.
Tri Wijaya.1998. Perancangan fasilitas Di peternakan ayam petelur 'x'  Dengan memperhatikan aspek ergonomi. Tugas Akhir. Diakses pada 28 November 2010, dari http://digilib.ubaya.ac.id/skripsi/teknik/TM_667_6933074/TM_667_Pendahuluan.pdf.














0 comments: