Tweet |
a. Pengertian
Stres Kerja Stres adalah kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran, dan kondisi fisik seseorang, apabila stres ini terlalu besar maka dapat mengancam kemampuan seseorang dalam menghadapi lingkungan (Davis dan Newstrom, 1985:195). Dalam kehidupan sehari-hari stres dapat diartikan sebagai sesuatu yang membuat kita mengalami tekanan mental atau beban kehidupan, suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam yang menimbulkan ketegangan, mengganggu keseimbangan karena masalah atau tuntutan penyesuaian diri. Menurut Selye H. (dalam sunaryo; 2004:214) “Stres adalah respon manusia yang bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntutan kebutuhan yang ada pada dirinya”. Menurut Donnelly (1985:204) menyatakan: Stres kerja adalah suatu tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individu dan/atau proses psikologi, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan (lingkungan), situasi, atau kejadian eksternal yang membebani tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan terhadap seseorang. Menurut Fawzi (2001:394) perhatian terhadap masalah stres harus dibedakan atas jenisnya yaitu stres yang disebut eustres (yang berdampak positif) dan distress (yang berdampak positif). Stres yang berdampak positif dapat menjadi sesuatu yang menyenangkan karena dapat memberikan semacam rangsangan dan motivasi untuk memecahkan suatu masalah sehingga dapat mencapai hasil yang optimal , tapi penelitian ini adalah pada stres sebagai distress yaitu stres yang mengakibatkan dampak merugikan bagi manusia seperti terganggunya kesehatan, kehidupan, penampilan, tingkah laku, dan sikap. Reaksi yang diberikan seseorang dalam menghadapi stressor menunjukkan karakter yang dimilikinya dan sampai dimana batas kemampuan mereka untuk mengatasinya. Menurut penelitian Datzer & Kelley (dalam Rini; 2002:1) stres dihubungkan dengan daya tahan tubuh yaitu berupa fisik, emosional dan perilaku. Pengaruh stres terhadap daya tahan tubuh ditentukan oleh jenis, lamanya, dan frekuensi stres yang dialami seseorang, jika stres yang dialami seseorang itu berjalan sangat lama membuat letih healt promoting response dan akhirnya melemahkan daya tahan itu sendiri. Dari beberapa definisi di atas dapat dilihat bahwa stres kerja memberikan pengaruh yang sangat besar pada kondisi psikologis maupun fungsi fisiologisnya, tetapi stres pada taraf tertentu dapat menjadi motivasi yang mendorong seseorang untuk maju dan berkembang. Semua orang tidak akan bereaksi sama terhadap suatu stressor karena respon seseorang terhadap stressor sangat dipengaruhi oleh ambang stres yang dimilikinya dan beberapa faktor lainnya, lagi pula stres kerja sangat mempengaruhi daya tahan tubuh karena ditentukan oleh jenis, lamanya dan frekuensi stres yang dialami seseorang,
b. Sumber-sumber Stres kerja
Sumber stres kerja menurut Wilkinson (2002:12) dapat berasal dari lingkungan fisik maupun mental / psikologis, Stressor fisik misalnya: kuman penyakit, kecelakaan, dan kekurangan gizi sedangkan stressor mental berupa frustrasi, konflik sosial, tekanan dan krisis. Cooper dan Marshall (dalam Hidayat; 1998:233-237) mengidentifikasikan 7 buah sumber stres kerja yang utama, diantaranya: faktor yang melekat dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, hubungan-hubungan dalam organisasi, pengembangan karir, struktur dan iklim organisasi, hubungan perusahaan/organisasi dengan pihak luar, faktor yang ada dalam diri subyek. Dari ketujuh sumber tersebut jelas berhubungan dengan organisasi, sedang sisanya merupakan kombinasi dan bersifat individu, tapi bila ditelusuri lebih jauh ternyata faktor individu dan faktor organisasi merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Menurut Robbins (1996:224) sumber stres kerja yang potensial sebagai berikut:
1. Lingkungan Perubahan dalam daur bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi ini sering diiringi dengan pengurangan yang permanen tenaga kerja, pemberhentian masal sementara, gaji yang dikurangi, pekan kerja yang lebih pendek dan semacamnya, selain itu ketidakpastian politik dan ketidakpastian teknologi dapat menyebabkan stres kerja.
2. Organisasional Faktor yang menjadi sumber atau mempengaruhi stres kerja cukup banyak jumlahnya, sebagai berikut: kekaburan peran dan konflik peran, kelebihan beban kerja (work Overload), tanggung jawab terhadap orang lain (responsibility for people), pengembangan karier (career development), kurangnya kohesi kelompok, dukungan kelompok yang tidak memadai, struktur dan iklim organisasi (organizational structure and climate), wilayah organisasi (Organizational territory), karekteristik tugas (task characteristic), pengaruh kepemimpinan (leadership influence).
3. Individual Lazimnya individu hanya bekerja 40 sampai 50 jam sepekan. Pengalaman dan masalah yang dijumpai orang diluar jam kerja yang lebih dari 120 jam tiap pekan dapat meluber ke pekerjaan, faktor ini mencakup isyu keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian yang intern. Kesulitan pernikahan, pecahnya suatu hubungan dan kedisiplinan merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres bagi karyawan sehingga terbawa ke tempat kerja.
Menurut Sutherland dan Cooper (dalam Smet; 1994:119) sumber stres kerja berasal langsung dari pekerjaan dan interaksi antara lingkungan sosial dengan pekerjaan, meliputi:
1. Stressor yang ada dalam pekerjaan itu sendiri. (contoh: beban kerja, fasilitas kerja yang kurang, proses pengambilan keputusan yang lama)
2. Konflik peran, peran didalam kerja yang tidak jelas, tanggung jawab yang tidak jelas.
3. Masalah dalam hubungan dengan orang lain. (contoh: hubungan dengan atasan, rekan sejawat, dan pola hubungan atasan dengan bawahan)
4. Perkembangan karir: under/ over – promotion, dan keselamatan kerja.
5. Iklim dan struktur organisasi
6. Adanya konflik antara tuntutan kerja dengan tuntutan keluarga.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber stres kerja berasal dari lingkungan yang meliputi: ketidakpastian politik, ekonomi, dan teknologi. Organisasi meliputi: kekaburan peran dan konflik peran, kelebihan beban kerja, struktur dan iklim organisasi, dan lain-lain. Individu meliputi: tuntutan keluarga, masalah ekonomi pribadi, konflik sosial.
c. Tahapan Stres kerja
Gangguan stres biasanya timbul secara lamban, tidak jelas kapan mulainya dan sering kali tidak menyadari, menurut Robert (dalam Hawari; 1999:50) tahapan stres dikemukakan sebagai berikut:
1. Stres tingkat pertama Tahapan ini merupakan tingkat stres yang paling ringan dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut: semangat besar, penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya, kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya Tahapan ini biasanya menyenangkan sehingga orang bertambah semangat tanpa disadari sebenarnya cadangan energinya sedang menipis.
2. Stres tingkat kedua Dalam tahapan ini dampak stres yang menyenangkan sudah mulai hilang, keluhan yang sering muncul adalah: merasa letih sewaktu bangun pagi, merasa lelah setelah makan siang, merasa lelah menjelang sore hari, terkadang muncul gangguan sistem pencernaan, perasaan tegang pada otot punggung dan tengkuk, perasaan tidak bisa santai
3. Stres tingkat ketiga Tahapan ini keluhan keletihan mulai tampak disertai dengan gejala-gejala: gangguan usus lebih terasa, otot lebih tegang, gangguan tidur, perasaan tegang semakin meningkat, badan terasa goyang dan mau pingsan
4. Stres tingkat empat Tahapan ini menunjuk pada keadaan yang lebih buruk dengan ciri: sulit untuk bertahan
sepanjang hari, kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit, kehilangan kemampuan untuk menanggapi, situasi, pergaulan sosial, dan kegiatan-kegiatan lainya terasa berat, tidur semakin susah, perasaan negativistik, kemampuan berkonsentrasi menurun tajam, perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan
5. Stres tingkat kelima Tahap ini lebih mendalam dari pada tahap keempat, yaitu: keletihan yang mendalam, pekerjaan sederhana saja kurang mampu dikerjakan, gangguan sistem pencernaan, perasaan yang mirip panik
6. Stres tingkat keenam Tahap ini merupakan keadaan gawat darurat tidak jarang penderita dibawa ke ICCU, gejala tahap ini cukup mengerikan antara lain: debaran jantung yang amat kuat, sesak nafas, badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran, dan pingsan. Menurut Selye (dalam Hidayat; 1998:231) stres kerja dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Tahap Alarm Stage, awal pengerahan dimana tubuh bertemu tantangan yang ditimbulkan penekanan. Jika penekanan sudah dikenali, otak segera mengirim suatu pesan biokimia keseluruh sistem dalam tubuh. Dengan tanda terjadinya dalam waktu yang sangat singkat, mempunyai ketegangan yang tinggi, denyut jantung meningkat, tekanan darah naik.
2. Tahap Resistance (perlawanan), bila stres terus berlangsung maka gejala yang semula ada akan menghilang karena terjadi penyesuaian dengan lingkungan dan peningkatan daya tahan terhadap stres.
3. Tahap Kolaps/Exhaustion (kehabisan tenaga), tubuh tidak mampu mengatasi stres yang dialami, energi menurun dan terjadi kelelahan, akhirnya muncul gangguan bahkan sampai kematian. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa tahapan stres kerja menunjukkan manifestasi di bidang fisik dan psikis, di bidang fisik berupa kelelahan sedangkan di bidang psikis berupa kecemasan dan depresi, hal ini dikarenakan penyediaan energi fisik maupun mental yang mengalami defisit terus-menerus semakin habis, sehingga daya tahan terhadap stres sangat lemah.
d. Respon Terhadap Stres Kerja Setiap individu memberikan respon yang berbeda-beda pada stressor dan juga daya tahan individu dalam menghadapi stressor tersebut.
Berkaitan dengan hal ini Hardjana (1994:24 - 26) membagi menjadi empat (4) respon stres, yaitu:
1). Gangguan Emosional Jika seseorang stres, mereka akan memberikan respon yang bersifat cemas, gelisah, mudah marah, mudah tersinggung, depresi, rasa harga diri menurun, mood berubah-ubah. Namun tidak semua individu merasakan hal yang demikian, emosi yang berkaitan dengan stres biasanya berlawanan dengan emosi positif seperti bahagia, senang, dan cinta. Emosi stres yang paling umum terjadi adalah kecemasan dan depresi yang ditandai dengan perasan takut, cemas, gelisah, pesimis, dan merasa tidak berguna.
2). Gangguan pada intelektual Gangguan ini berkaitan dengan berfikir, gangguan dalam konsentrasi, ingatan, sulit mengambil keputusan, suka melamun, kehilangan rasa humor, prestasi kerja yang menurun, mutu kerja rendah, dalam kerja bertambah jumlah kekeliruan yang dibuat bertambah.
3). Gangguan pada fisikal Gangguan ini berkaitan dengan sakit kepala atau pusing, susah tidur, sulit buang air besar, tekanan darah naik atau serangan jantung, mengeluarkan keringat, berubah selera makan, lelah atau kehilangan daya energi, bertambah banyak melakukan kekeliruan atas kesalahan dalam kerja dan hidupnya.
4). Gangguan pada interpersonal Stres ini mempengaruhi hubungan dengan orang lain baik di luar maupun di dalam, antara lain kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah mempersalahkan orang lain, mudah membatalkan janji atau tidak memenuhinya, suka mencari-cari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, mengambil sikap terlalu membentengi atau mempertahankan diri, dan suka mendiamkan orang lain.
Menurut Terry Beehr dan John Newman (dalam Rini; 2002:2), Wilkinson (2002:16) dan Neil Hibler (dalam Hager dan Hager; 1999:27) membagi respon stres kerja menjadi tiga (3) yaitu:
1. Reaksi emosional, meliputi: kecemasan, ketegangan, mudah marah, mengurung diri, lelah mental, sulit mengambil keputusan, tidak dapat menikmati liburan.
2. Reaksi fisik, meliputi: otot tegang, meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, lelah fisik, gangguan kardiovaskuler, perubahan nafsu makan.
3. Reaksi perilaku, meliputi: menunda atau menghindari pekerjaan atau tugas, meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk, meningkatnya agresivitas dan kriminalitas, meningkatnya frekuensi absensi, kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah mempersalahkan orang lain, mudah membatalkan janji, dan lain-lain.
Menurut Everly dan Girndano (dalam Munandar; 2001:379) individu yang mengalami stres biasanya mengalami symptom fisiologis yang terbagi menjadi:
a. Mood (suasana hati) hal ini berupa over excited, merasa cemas, sulit tidur pada malam hari, menjadi mudah bingung dan lupa, menjadi gugup.
b. Muscculoskeletal symptom hal ini berupa sakit kepala, mulut terasa kering, perasaan tegang dan gugup, tubuh terasa lemas, dada terasa nyeri, perasaan goyang, munculnya ketegangan, kegoncangan, kelelahan, dan kesakitan.
c. Symptomps of visceral (symptom organ dalam) berupa muncul perasaan mual pada perut, tangan dan kaki terasa dingin, kehilangan gairah seks, jantung berdebar-debar, napas terasa sesak, perut kejang-kejang dan terasa gemetar.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa respon yang saling berinteraksi dan tidak dapat dipisah-pisahkan, yaitu respon terhadap stres meliputi gangguan pada emosional, gangguan pada perilaku/ interpersonal, gangguan pada fungsi pikir/ intelektual dan gangguan pada fungsi aktifitas fisiologis/ fisik dengan demikian kita dapat mengetahui mana yang lebih sehat antara individu yang satu dengan yang lain.
e. Faktor Yang Mempengaruhi Stres Kerja
Reaksi terhadap stres kerja bervariasi antara orang yang satu dengan yang lain, perbedaan ini sering disebabkan oleh faktor psikologis dan sosial yang tampaknya dapat merubah dampak stres bagi individu. Menurut Smet (1994:131) faktor yang mempengaruhi pengalaman stres kerja menjadi lima (5), yaitu:
1. Variabel dalam kondisi individu: umur, tahap perkembangan, jenis kelamin, temperamen, faktor genetik, inteligensi, pendidikan, suku, kebudayaan, status ekonomi, dan kondisi fisik.
2. Karakteristik kepribadian: introvert-ektrovert, stabilitas emosi secara umum, tipe kepribadian A, locus of control, kekebalan dan ketahanan.
3. Sosial-kognitif: dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial.
4. Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima
5. Strategi koping, mempunyai dua fungsi menurut Lazarus & Folkam (dalam Smet; 1994:145), yaitu:
a. Emotion – Focused Coping (fokus pada emosi) di gunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres, dengan cara penghindaran, pengambilan jarak, perhatian yang bersifat selektif, dan pengambilan makna dari kejadian-kejadian yang negatif.
b. Problem – Focused Coping (fokus pada pemecahan masalah). Individu akan mengatasinya dengan mempelajari cara-cara atau ketrampilan yang baru, individu akan cenderung melakukan strategi ini bila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi.
Menurut Sarafino (1990:94) faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja terdiri dari:
1. Lingkungan fisik yang terlalu menekan (kebisingan, temperature, udara yang lembab, penerangan dikantor yang kurang terang.
2. Kurang control.
3. Kurangnya hubungan interpersonal.
4. Kurangnya pengakuan terhadap kemajuan kerja.
Menurut Sunaryo (2004:216) faktor-faktor yang mempengaruhi stres adalah
1. Faktor biologis, herediter, konstitusi tubuh, kondisi fisik
2. Faktor psikoedukatif / sosiocultural, perkembangan kepribadian, pengalaman, dan kondisi yang mempengaruhi.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor variabel dalam kondisi individu, karakteristik kepribadian, sosial-kognitif, hubungan dengan lingkungan sosial dan strategi koping akan mempengaruhi stres kerja individu itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Cooper, R.K & Sawaf, A. 2002. Executif EQ (Kecerdasan Emosional Dalam Kepemimpinan Dan Organisasi). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Clerq, L.D & Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan (Suatu Pendahuluan). Semarang: UNIKA.
Davis, K & Newstrom, J.W. 1985. Perilaku Dalam Organisasi. Erlangga.
Donnelly, G.I.1985. Organisasi (Perilaku, Struktur, Proses). Erlangga.
Fawzi, I.L. 2001. Stres Kerja Pada Programmer Komputer Di lingkungan Kerja Bank (Jurnal Pengembangan Kualitas SDM dari Perspektif PIO). Jakarta: Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi UI.
Hager, W.D & Hager, L.C. 1999. Stres Dan Tubuh Wanita. Batam: Interaksa.
Hardjana, A.M.1994. Stres Tanpa Distres (Seni Mengelola Stres). Kanisius.
Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri Dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Robbins, S.P.1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontrofesi, Aplikasi Jilid II (AB. Hadayana Pujaatmaka). Jakarta. Prenhallindo.
Rini, J.F. 2002. Stres Kerja. Http: // www. e- Psikologi.com/ masalah/ stres.htm.
Saraswati, A.T. 2002. Daya Tahan Stres Ditinjau Dari Kecerdasan Emosional Pada Remaja. Proposal (tidak diterbitkan). Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Semarang.
Sarafino, E.P. 1990. Health Psychology: Biopsychosocial Interactions. Singapura: Wiley
Siagian, S.P. 2003. Manajemen SDM. Jakarta: Bumi Aksara.
Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Grasindo
Wilkinson, G. 2002. Stres. Jakarta: Dian Rakyat.
0 comments:
Post a Comment